Novel di Bawah Matahari Episode-1: Dunia Runtuh



By Eska



 17 Juni 2024 Sore

Dunia Runtuh


Rekonstuksi. Begitulah. Kini berubah. Dulu bangun pagi, karena azan. Kini lebih cepat. Sejak peristiswa baru-baru ini. Sekarang 40 menit sebelum waktu fajar, Sutan Pamenan,  sudah bangun. Mandi. Salat sunat tahajud. Baca Quran. Salat subuh.  Ini terjadi setelah peristiwa berikut.



ImeskaFam rehat pada walimatul ursy Adam-Wulan, Jakarta, 5 Nov 2022. (ist)

 Intan Suri, tiba-tiba bilang,  “gelap”. Padahal  mereka sedang makan di siang hari. Sebuah resto Italy.  Dari lantai dua, kelihatan dibawahnya  taman luas, hijau,  penuh pepohonan dan beraneka bunga. Ada kolam renang.  Ada ruangan gymnastic hall.


 Alex, Yona dan Sarah menghentikan sendok mereka. Melihat ke Intan dan ke Pamenan. Intan mengeluh, dengan ucapan tiba-tiba gelap itu, Pamenan merangkul Intan  ke haribaannya.


Alex melangkah cepat  ke meja  konter Resto. Seorang di situ langsung call. Ke mana, Pamanen tak tahu. Pamenan mengusap penggung dan memijat kepala Intan.  Tiba-tiba Intan muntah, dan detik berikut kelihatan agak sedikit lega. Intan bilang sudah bisa melihat.


Hanya tak lebih dari 10 menit  kursi roda dengan peralatan lengkap kesehatan tenaga medis itu  menuju  meja resto 4 orang tersebut.  Langsung periksa. Ada tabung oxygen. Tak perlu, kata yang memeriksa, saat Pameman melihat ke benda bulat panjang itu. Dia barusan meraba nadi, dan  menditeksi jantung Intan. Kita langsung ke rumah sakit, kata yang memeriksa. Ternyata dia dotkter.


Intan di atas kursi roda meluncur ke Ambulan yang siaga di luar. Bersama Alex dan Yona, Pamenan mengikuti dari belakang.  Tetapi ambulan itu cigin kencang sekali. Sarah mendampingi Intan dengan dokter dan kru di dalam Ambulan.


“Sarah keeps in touch”, kata Pamenan. Minta selalu terkoneksi.


Pamenan tanya Alex. “Bisanya, kok,  cepat sekali ambulan dengan dokter, kru-perawat dan isntalasi datang dalam tempo tak lebih 10 menit?”. 


Alex melihat ke Yona.  Pamenan paham, Yona sudah bekerja di negara ini  beberapa tahun.


“Di sini sudah siaga 24 jam tiga unit pelayanan. Ambulan dengan kru. Polisi dengan tim, dan Pemadam Kebakaran dengan tim”, kata Yona. “Ketiga unit gerak cepat itu ada di seantero wilayah kota dengan jarak masing-masing dalam satu kesatuan kerja pada radius 5 kilo meter”.


Pamenan tampaknya paham. Apa lagi setelah hampirt 4 bulan di sini, tak pernah  Pamenan mengalami jalanan  macet atau trafic jump. Jalan besar dan luas. Penuh di sekitarnya rerimbunan pohon dan bunga-bunga dengan taman yang asri.


Tiba-tiba masuk call, “rumah sakit yang ditarget penuh dan kita harus ke rumah sakit lain” kata Sara di ujung call.  “Apa yang dapat?”, kata Pamenan. “Syukur Pak, kita dapat QCH (Quality City Hospital)”, katanya.

Paris, May 2013 (Ist)


Kami berbelok arah. Dari semula target rumah sakit swasta MMH (Mount Marry Hospital) mengikuti google map menuju ke GCH.


Ini tepat, kata Yona. Untuk orang asing direkomendasi ke hospital pemerintah. Oleh karena itu Pamenan bilang ke Sarah, ikuti saja.


Ketiga orang ini, Pamenan, Alex dan Yona sampai di ruang emergency QCH. Di situ Intan kelihatan agak tenang. Syukur, kata hati Pamenan. “Bagaimana?”. “Ya, rasanya nafas agak sesak dan jantung dag dig dug. “ jawab Intan perlahan. “Sabar dan tetap terkendali” kata Pamenan.


Seseorang datang. Sara bilang,  ibu Intan dibawa ke lantai 8. Pamenan ikuti. Di situ tertulis ICC (Intensive Care Center). Mereka  tak boleh masuk. Mereka menunggu di sofa dan kursi luar.


Beberapa menit, di atas pembaringan Intan didorong petugas. Sarah, yang sekaligus penerjemah bagi  mereka,  menyapa petugas.  Bahasa pengantar di sini adalah non-English. Ada yang simple dan ada yang tradisional.


Dan hanya beberapa menit berikut ada belasan orang teman Sarah sesama  karyawan di kantornya datang.



Seorang di antaranya adalah Lily. Perempuan 50an tahun ini   lebih duluan bekerja di kantor Sarah. Punya banyak relasi. Termasuk di rumah sakit ini. Sepertinya Lily sudah terbiasa mengurus hal-hal mendadak seperti ini.


Pemeran utama berganti.  Sejak saat itu, Sarah berganti lebih banyak mendampingi Lily.  Perempuan yang sudah bekerja di negara ini hampir 30 tahun itu memberi kode,  mengajak Pamenan  iringi Intan  ke Citi scan (Cn). Mereka menunggu di ruangan depan pintu instalasi Cn. Beberapa menit. Intan dibawa kembali ke ICC. Pamenan melihat Intan masih masih dalam iondisi tekendali. Akan tetapi kelihatan mencemaskan di raut wajahnya. Mulut dan hidung  sudah menggunakan slang oxygen.


Beberapa menit mereka  dipanggil. Setelah menggunakan pakaian stril, Pamenan dan hanya Lily yang boleh masuk.  Sarah, Alex dan Yona tetap di luar.


Sambil memegang pinggir ranjang nomor 1 di ruangan ICC itu,  Pamenan tampak  gemetar. Sepertinya dunia mau runtuh. Intan mengelepar. Ia tak kuat bernafas dan meronta-ronta. Pemasangan instalasi kabel ditambah. Screen pembaca perkembangan ada 4 unit. 


Pamenan tak peduli dengan semua peralatan dan instalasi yang sudah dan sedang dipasang. Dia hanya  menatap dan focus ke wajah dan tahga Intannyang menggelepar. Seperti kesulita amat sangat bernafas.


Sambil  mengusap kepala, dahi, dan pipi Intan, Pamenan  membisikkan  kalimat tahlil dan zikir ke telinga Intan. Tangan Intan kelihatan  lihat diborgol. Untungnya borgol itu dilapilsi material lembut. Ini tampaknya menghundari lecet. Itu isyarat supaya ia tak banyak bergerak apalagi meronta. Intan sudah tak sadarkan diri.


Beberapa menit gerakan Intan tenang. Tetapi nafasnya tetap tidak stabil sambil menghirup oxygen. Di mulutnya ada pipa kecil terpasang begitu pula di hidungnya. Di bagian bawah dan di pinggang ada lagi selang penyaluran berbagai hal. Mungkin obat. Pengeluaran kotoran. Penyalur makanan. Transfusi dan sebagainya. Pamenan tak bertanya apa-apa.


Cemas, itulah yang membuat dia makin labil.  Belum pernah Pamenan melihat orang sakit seperti ini. Apalagi Intan, belahan jiwanya. Ibu dari 3 putra dan 1 putri ini  sudah selalu bersamanya dalam suka-duka, ceria dan nestapa. Apapun gelombang di dalam badai atau lautan sejoli ini. Pamenan menakhodai bahtera membelah samudera  dalam waktu hampir setengah abad ini.


Intan mulai tak bisa diajak komunikasi. Dokter dan perawat meminta Pamenan dan Lily meninggalkan ruangan. “Besok pada jam bezook pukul 10.00-10.30 kita boleh datang lagi”, kata Lily.


Pamenan berkata  kepada Lily dan Sarah, “apa boleh saya menunggu   24 jam di luar?. “Tidak”, kata Lily. Tidak satupun famili pasien boleh berada di rumah sakit, meskipun diluar ruangan atau emperan jalan dan sebagainya. Dan ingat, juga tak ada yang bisa dilakukan dan menjenguk di luar jam bezook. Paling bapak kalau ingin dekat ibu Intan, saya minta Sarah booking hotel di dekat sini”.


Rupanya sepeninggal Pamenan dan Lily masuk ke kamar nomor 1 di ICC tadi, Sarah sudah cari kamar hotel untuk Pamenan nginap. Yang terdekat 10-15 menit dengan mobil yang siaga untuk bapak 24 Jam”, kata Lily.


 “Dari rumah ke sini berapa menit?”  tanya Pamenan. “Jerry sang driver jawab, 20 menit paling lama”, katanya. “Kalau begitu tak usah di hotel. Tetap di rumah”, kata Pamenan.


“Bagaimana kalau terjadi hal yang fatal?”, Pamenan berkata  agu.  “Semua tanggung jawab rumah sakit, dokter dan prawat. Sudah ada nomor emergency di mereka”, kata Lily. “Dan saya akan pantau 24 jam”, lanjutnya.

Komentar